Notifikasi
General
Advertisement
Billboard Ads

Pemilu 2024: Antara Kecurangan, Kepercayaan, dan Ajakan Partisipasi

 


Jakarta, Represif.com - Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan, telah memberikan prediksi yang menarik mengenai angka golongan putih (golput) dalam Pemilu 2024. Menurutnya, angka golput diperkirakan berada di kisaran 18%-20%, bahkan setidaknya setara dengan perolehan suara peringkat ketiga capres-cawapres. Analisis ini didasarkan pada beberapa faktor yang teridentifikasi dalam dinamika pemilu tersebut.

Pelaksanaan pemilu yang telah diwarnai oleh tuduhan kecurangan tampaknya telah memberikan dampak serius terhadap kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi, termasuk partai politik dan aparat hukum. Kecurigaan terhadap integritas pemilu dapat menjadi faktor kunci yang mendorong sebagian warga untuk memilih golput sebagai bentuk protes terhadap proses politik yang dinilai tidak transparan.

Gimik politik yang mendominasi panggung politik juga diakui sebagai faktor yang memengaruhi perilaku pemilih muda untuk memilih golput. Adu gagasan yang seharusnya menjadi inti dari kontestasi politik, terasa semakin terpinggirkan oleh taktik-taktik politik yang lebih bersifat hiburan dan kontroversial.

Harry Wibowo, seorang warga yang sudah memantapkan diri untuk golput, menyatakan ketidakpercayaannya pada proses pemilu. Baginya, pemilu dikuasai oleh "cukong oligarki perusak lingkungan," sehingga ia lebih memilih untuk tidak memberikan suaranya. Pemikiran semacam ini mencerminkan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap kondisi politik yang dianggap tidak memadai.

Meskipun demikian, ajakan untuk menggunakan hak pilih terus disuarakan oleh berbagai pihak. Menkopolhukam Mahfud MD, yang juga cawapres nomor urut 3, menegaskan bahwa berpartisipasi dalam pemilu adalah wujud bela negara. Pernyataan ini mencoba mengubah paradigma golput sebagai bentuk protes menjadi kesempatan untuk ikut membentuk arah dan masa depan negara.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga turut angkat bicara dengan mengeluarkan fatwa bahwa golput hukumnya haram. Posisi MUI ini mencoba memberikan dasar agama untuk mengajak masyarakat agar tetap berpartisipasi dalam proses demokrasi, mengingat pentingnya peran aktif dalam menentukan arah bangsa.

Dalam menghadapi Pemilu 2024, terlihat jelas bahwa polarisasi antara golput dan partisipasi aktif masih menjadi perdebatan yang kompleks. Kedepannya, penting bagi pihak-pihak terkait untuk merespons masukan dan aspirasi masyarakat, memperbaiki sistem demokrasi, dan membangun kepercayaan kembali dalam proses politik untuk mengurangi angka golput di masa mendatang.

Posting Komentar
Billboard Ads
Billboard Ads
Billboard Ads
Kembali ke atas