Perjuangan Tanpa Henti untuk Masyarakat Adat dalam Arena Politik
Timor Tengah Selatan, Represif.com - Di tengah hamparan sungai yang kering di Nusa Tenggara Timur (NTT), seorang ibu tiga anak, Aleta Baun, duduk di atas batu sambil merenung. Sosok yang dikenal sebagai pejuang lingkungan dan hak-hak masyarakat adat ini, berbagi kisah tentang perjuangannya yang hampir habis, namun tidak bisa mundur.
Aleta Baun telah melalui perjalanan politik yang penuh liku-liku. Merasa terbebani dengan desakan masyarakat yang menggantungkan harapan padanya, ia tidak bisa mengabaikan panggilan untuk terus maju. "Saya sebenarnya tidak mau, tapi ini desakan masyarakat kalau saya tidak maju bagaimana kasus-kasus yang ada?" ucapnya dengan suara yang tegas namun penuh kelelahan.
Sejak duduk di DPRD Provinsi NTT pada periode 2014-2019, Aleta telah menjadi suara bagi masyarakat adat dan lingkungan. Namun, perjuangannya tidak berhenti di situ. Pada Pileg 2019, ia maju sebagai caleg DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), meskipun akhirnya kalah karena suaranya digembosi oleh timnya sendiri.
Namun, semangatnya tidak surut. Kali ini, dengan tekad yang kuat, Aleta kembali melaju dalam Pileg dengan harapan untuk menggolkan beleid UU Masyarakat Adat jika terpilih. Meskipun perjalanan politiknya penuh dengan rintangan, termasuk tuduhan sebagai provokator dan pengkhianat negara, Aleta tetap bertahan.
"Kalau murni pejuang (aktivis) dan tidak berpolitik sulit untuk ketemu bupati berdiskusi soal hak-hak rakyat tidak didengar," katanya dengan tegas, menunjukkan keyakinannya bahwa melalui politik, ia bisa lebih efektif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.
Dengan semangatnya yang membara, Aleta Baun adalah contoh nyata dari perempuan pejuang yang tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak. Meskipun mungkin hampir putus asa, ia tetap bertahan, meyakini bahwa perubahan yang diinginkannya untuk masyarakat adat dan lingkungan bisa terwujud melalui jalur politik.
