Billboard Ads

Kasus HAM di Papua, Panggilan Pendidikan Militer Lebih Humani

 


 Sebuah sorotan tajam kembali terarah pada kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan di Papua. Kali ini, sorotan itu mengarah pada Yonif 300 Braja Wijaya, yang anggotanya mempertanyakan pemberlakuan hak asasi manusia dalam konflik bersenjata di wilayah tersebut.

Sejumlah unggahan anggota Yonif 300 Braja Wijaya di media sosial menyoroti ketidakjelasan dan kekurangan dalam penegakan hukum humaniter di Papua. Mayoritas unggahan tersebut menyoroti perlunya pendidikan militer yang lebih humanis, yang mengajarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia kepada para prajurit.

Menurut Budi, salah satu anggota Yonif 300, hukum humaniter memberi peluang bagi setiap kombatan untuk menyerang musuh yang berpotensi membahayakan mereka. Namun, Budi menegaskan bahwa prinsip-prinsip tersebut tampaknya belum sepenuhnya berlaku di Papua, karena daerah tersebut belum resmi dideklarasikan sebagai daerah perang atau daerah operasi militer.

Sementara itu, catatan lembaga advokasi dan kesaksian yang dihimpun oleh BBC News Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah kasus dugaan kekerasan aparat terhadap warga sipil di Papua tidak mendapatkan penyelesaian yang memadai. Kasus-kasus seperti penembakan Pastor Agustinus Duwitau di Intan Jaya pada tahun 2020 dan kematian Melpianus Sondegau yang berusia dua tahun di Intan Jaya pada tahun 2021, yang diduga akibat tembakan aparat, masih terkatung-katung tanpa investigasi resmi.

Pertanyaan mendasar pun muncul: Apakah prinsip-prinsip hukum humaniter dan hak asasi manusia telah diajarkan secara memadai kepada prajurit TNI? Apakah kurikulum pendidikan militer telah mencakup aspek-aspek yang penting ini?

Budi menekankan bahwa prajurit belajar dari senior mereka, dan perilaku senior dapat mempengaruhi pola perilaku junior. Oleh karena itu, penting bagi institusi militer untuk memberikan contoh yang baik dan memberikan pelatihan yang memadai tentang prinsip-prinsip hak asasi manusia kepada prajuritnya.

Dalam konteks ini, panggilan untuk pendidikan militer yang lebih humanis menjadi semakin relevan. Pendidikan militer yang memadai harus tidak hanya fokus pada keterampilan bertempur, tetapi juga pada pemahaman yang mendalam tentang hukum humaniter dan hak asasi manusia. Hal ini tidak hanya akan membantu mencegah pelanggaran hak asasi manusia di masa depan, tetapi juga memperkuat citra dan integritas TNI di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.

Read Also
Share
Like this article? Invite your friends to read :D